Periodisasi Latihan Puncak: Strategi Marathon Runner Mencapai Hari Perlombaan

Bagi seorang pelari maraton, menyelesaikan jarak 42,195 kilometer dengan performa puncak bukanlah kebetulan, melainkan hasil dari perencanaan yang teliti melalui periodisasi latihan yang efektif. Kunci keberhasilan terletak pada strategi marathon runner dalam membagi siklus latihan menjadi fase-fase terpisah yang secara bertahap membangun daya tahan, kecepatan, dan pemulihan, yang puncaknya disebut tapering menjelang hari-H. Periodisasi ini dirancang untuk memastikan atlet mencapai kondisi fisik dan mental optimal saat pistol start berbunyi, menghindari overtraining atau cedera fatal yang dapat merusak seluruh persiapan.

Strategi marathon runner yang profesional umumnya membagi periodisasi menjadi empat fase utama. Fase pertama adalah Base Building (Membangun Dasar), yang berlangsung selama 8-12 minggu. Fokusnya adalah pada volume lari yang tinggi dengan intensitas rendah, bertujuan untuk meningkatkan daya tahan aerobik dan memperkuat sendi, tendon, dan ligamen. Fase kedua adalah Specific Training (Latihan Spesifik), di mana kecepatan mulai diperkenalkan melalui tempo run dan interval training. Latihan jarak jauh (long run) mencapai puncaknya di fase ini, meniru tuntutan fisik dan mental yang akan dihadapi saat perlombaan.

Fase yang paling kritis dan seringkali disalahpahami adalah periodisasi latihan puncak, yang dikenal sebagai Tapering. Fase ini biasanya dimulai 2-3 minggu sebelum hari perlombaan. Pada fase ini, strategi marathon runner adalah memotong volume lari secara drastis (hingga 50-70%) sambil menjaga intensitas lari tetap tinggi melalui sesi singkat yang cepat. Tujuannya bukan untuk meningkatkan kebugaran (karena itu sudah dilakukan di fase sebelumnya), tetapi untuk memaksimalkan penyimpanan glikogen di otot dan memberikan waktu bagi tubuh untuk sepenuhnya pulih dari stres berbulan-bulan latihan intensif. Tapering yang tepat mengurangi kelelahan otot, meningkatkan kadar hemoglobin, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh, sebagaimana dikonfirmasi oleh studi fisiologi olahraga.

Penerapan tapering ini harus dilakukan dengan disiplin. Sebagai contoh praktis, atlet marathon elite Sarah J. dari Afrika Selatan, yang memenangkan perlombaan di Tokyo pada tahun 2024, mengungkapkan bahwa dalam dua minggu terakhir sebelum kompetisi, ia mengurangi total jarak tempuhnya dari 160 km per minggu menjadi hanya 45 km per minggu, sementara tetap mempertahankan lari pendek berkecepatan tinggi. Data medis yang dikumpulkan oleh tim Sport Science mereka pada 3 Maret 2024, tiga hari sebelum race, menunjukkan tingkat Creatine Kinase (penanda kerusakan otot) dalam darahnya telah turun hingga ke level terendah dalam enam bulan, menegaskan efektivitas periodisasi latihan puncak. Dengan mengelola volume lari secara cerdas pada fase tapering, atlet memastikan mereka berdiri di garis start dengan kaki segar dan penuh energi, siap memberikan performa terbaik.